BLOGGER TEMPLATES AND Tagged Layouts »

Rabu, 09 Maret 2011

Nada-nada Biru Petikan Cinta


Sinar shubuh mengintip pagi penuh terang ...
Mengembun, titisan bintik yang memuntahkan nada-nada ...
Mengiringi rumput dalam sebuah nyanyian ...
Hingga bergoyang bersama mentari yang menyinari ...

“ Gundah hati, itu yang terjadi saat ku buka mata tatkala teringat satu nama kepada Rabb-Ku. Bergegas membasuh, lalu ku berdiri tegap di atas sajadah, ku lekukan badan, dan bersujud harapan akan ridho-Nya di sepertiga malam terakhir. Menyentuh jari, mengitung asma-Nya dalam dzikirku yang penuh tunduk untuk memohon ampunan atas dosaku, memohon satu nama atas doaku, memohon kepastian atas raguku, dan memohon cinta atas rinduku. “

Jemari, tak pernah letih menggores pena penuh makna ...
Menggentak lidah untuk mengucap ratusan kata ...
Mengumbar pikir menjadi tinta ...
Dan mengumbar rasa menjadi kerajaan cinta ...

“ Pagi buta, ku duduk di sudut ruang yang tenang, memegang kitabullah, membaca dan melantunkannya penuh nada. Tenang pikiranku dan begitu tenang hatiku untuk tetap terjaga. Lalu, ku curah makna rasa menjadi catatan terpuji penuh karya. Bisik hatiku memikirkan dirinya, menghindar jauh tapi selalu teringat, maka tergoreslah penaku, penuh utopia yang membuat hati tersenyum manis dan penuh makna dari sebuah risalah cinta. “

Nada-nada biru ...
Terlihat begitu indah menjulang tinggi di angkasa ...
Menebar cinta mempesona hati ...
Sebiru langit yang kupandang di bawah sini ...

Menengadah kepala ku, melihat indah lukisan langit biru berawan putih. Terdengar nyanyian alam penuh nada, kicau burung, angin gunung, dan gemersik dedaunan pohon yang menghiasi hati penuh cinta akan Rabb-Ku.

Berjalan, melangkah ragu dalam lantunan rasa ...
Saat menatap, apa yang tertatap pada benih-benih cinta ...
Tumbuh dan terus saja tumbuh, menebar seperti mutiara ...
Saat nada rindu, ternyanyikan dalam sebuah petikan cinta ...

“Apa yang termakna dari ribuan makna tentang cinta, bila diri ku sendiri pun tak pernah memaknai dari ribuan cinta yang termakna itu. Biasa, satu kata yang selalu ku lakukan setiap harinya. Saat ku tatap dirinya dalam satu jarak, meski akhirnya ku slalu meragu ketika tatapan itu terbalas oleh dirinya. Cinta memang penuh rasa, dan rasa selalu saja dipenuhi cinta ketika waktu yang tak pernah berhenti, menghampiri diriku memgilhami sejuta rasa untuk ku jadikan sejuta cinta, menghiasi mahkota wajah yang terurai panjang pada dirinya.”

Senin, 07 Maret 2011

Panah Hati untuk Nanti Ku Khitbah Ia karna Allahu Gooyatuna


Berjalan ...
Dengan hati yang gundah dan gelisah ...
Membuatku takluk akan satu tatapan yang menghilang ...
Karena jarak, dan sapa yang begitu sulit menjadi makna ...

Menahan ...
Dan terus menahan apa yang terasa ...
Ketika ia mulai tergoyah dalam satu lamunan rindu ...
Yang mengembun, menjadi tetesan air membahasi pipinya ...

Ku sebut ia ...
Dalam genggaman tanganku menoleh sandaran-Nya ...
Memutar bulatan tasbih yang menggema ...
Mengharap, ia menjaga rasaku yang dititipkan atas kuasa-Nya ...

Tak mengerti ...
Atau memang tak ingin dimengerti ...
Ktika aku intip ia membantali rasanya kpada setiap ikhwat ...
Yang kupikir, ia trlalu menjeritkan luka dalam rindunya ...

Simpul senyum itu ...
Ia tebarkan tanpa rasa malu pada batinku ...
Hingga terbuka dan tak terjaga ...
Untuk siapa pun para ikhwat yang menghampirinya ...

Apa kata Illahi ...
Bila aku tak mampu menegurnya dengan rasa ...
Menggentak langkahnya ...
Dan menggenggam tangannya untuk menjaga hati karna-Nya ...

... ... ... ... ... ... ... ... ... ... (huhhh)
Aku mulai terdiam ...
Sulit memang kisah ini ...
Bila aku tak bersandar pada naungan-Nya ...


Mulai mendekatku pada Rabb ...
Menangis ...
Dan mencurah setiap luka yang sulit terobati karenanya ...
Tapi bukan karna ku takut kehilangannya ...

Allahu Gooyatuna ...
Itulah rasa yang slalu ku titipkan padanya ...
Dalam sepasang kalung yang ia pegang hatinya ...
Dan ku pegang panahnya ...

Itu tanda yang ku ikatkan pada hatinya ...
Agar ia memahami kisah ku dalam tangisnya ...
Memahami ku dalam kebenciannya ...
Dan memahamiku dalam senyumannya ...

Hingga nanti saatnya tiba ...
Saat ku tlah raih impiku ...
Agar ia bahagia meraih tanganku ...
Karena rasa, ingin menyatu denganku atas izin-Nya ...

Allahu Goyatuna !!!
Itulah satu jalan yang akan ku tempuh untuk menjemputnya ...
Dengan mutiara cinta yang menggoda rindunya ...
Menjadi satu rintihan sayang sepanjang masa ...

Bukan saat ini ...
Itu bukan untuk saat ini ...
Tapi untuk nanti ...
Ktika ku khitbah dirinya dalam butir-butir cinta dan ridho Illahi ...

Bahagiamu Ummi adalah Semangatku


Ummi...
Saat Q mendaki dalam harapanmu...
Kau begitu lelah dalam langkahmu...
Melangkah untuk memberiku tanpa kau pedulikan aliran keringatmu...

Pagi itu...
Q gerakkan pena Q untuk raih stitik ilmu-Nya...
Bersemangat dalam senyum Q untuk mu Ummi...
Untuk harapan yang pasti akan Q raih dengan aliran darah dalam tubuh...

Untuk mu ummi...
Itu untuk mu...

... ... ...
Terdiam Q ummi...
Pagi itu...
Mendadak Q tertunduk dalam tangisan yang perih...

Sakit...
Terasa amat sakit...
Saat Q dengar jeritan dan tangismu Ummi...
Yang menjauh jarak diantara gunung yang berbaris...

Saat itu...
Q pergi kepakkan sayap untuk menemuimu Ummi...
Rasa tak kuat melihatmu...
Terbaring perih di atas ranjang yang kau tiduri...

Pasrah Q tak kuat saat tubuhmu terbedah Ummi...
Allahu Akbar !
Allahu Akbar !
Kata itu yang terucap menghiasi do'a dan air mata Q yang mengalir untukmu Ummi...

Tiap detikkan waktu...
Q menunggumu dengan batin yang begitu perih...

Pasrah dan tawakal, itu yang Q lakukan untuk mu Ummi...
Menemani tangis dan do'a Q pada Illahi...
Terus menunggu dan menunggu...
Hingga mentari merubah malam yang sunyi menjadi terwarnai...

Allahu Akbar !
Bersujud q ucapkan atas kuasa-Nya...
Melihatmu tersenyum Ummi...
Yang telah sadar dari kehidupan yang menggelapi...

Bangkit semangat Q...
Melebar senyuman Q...
Saat kau berikan senyum untuk Q ummi...
Meski perih masih memerangi tubuhmu tiada henti...

Terima kasih Ummi...
Senyum mu adalah semangat bagi batin Q...
Bahagiamu adalah semangat bagi raga Q...
Kau adalah nyawa dalam nafas kehidupan Q Ummi...

Untuk mu Ummi...
Q akan melangkah jauh untuk mengejar harapanmu...
Melompat tinggi untuk menggapai impianmu...

Bahagia mu Ummi...
Membuat Q terus semangat dan semangat terus...
Tu meraih segala mimpi...
Atas pengorbanan mu yang begitu memaknai...

Salam rindu selalu untukmu Ummi...

Minggu, 06 Maret 2011

Penenang Hati


Ku catat dalam sebuah buku di wajah …
Teracak ku temukan goresan pena yang indah …
Ku maknai disetiap kalimat dalam tulisannya …
Yang perlahan ku ucap kata lebih dalam sapanya …


Siapakah dia …
Entah lah karena ku tak pernah mengenalnya …
Kembali ku bertanya, siapakah dia …
Sudahlah karena aku tak pantas dikenalnya …


Namun waktu harus memaksa ku memanggilnya …
Dalam satu catatan terpuji yang ku kirim dalam buku hariannya …
Hingga detik yang datang menentukan …
Bahwa sapaku telah terbalas oleh dirinya …



Subhanallah …
Sungguh tak duga dalam benak hatiku …
Karena perlahan ia mulai mengenal pena ku …
Meski ku merasa tak pernah pantas dikenalnya …


Berbagi kata dalam setiap kalimat …
Saling menemani dalam setiap keadaan rasa …
Memberi makna dalam setiap kisah …
Itu lah awal pena kami dalam mengikat erat silaturahmi …

Berkarya dalam sebuah catatan manjanya …
Lalu ku intip itu dengan sembunyi tak ia ketahui …
Ku baca lalu ku maknai tanpa kedip mataku …
Dengan tersenyum kagum tak terbayangi …


… … … … … … … … … … … … … … … … …
Terdiamku dalam satu catatannya …
Yang membuatku merenung tentang cinta …
Segera dan segera untuk mengendalikannya …


Telah banyak arti dia beri …
Di setiap titik jalanku yang penuh duri …
Berlari tapi sulit untuk ku mengerti …
Lalu ku syukuri itu atas kuasa Illahi Rabbi …


Selalu menyapa tapi tak pernah ku temui …
Karena ku tak pernah dengar nada di gerak bibirnya …
Hanya melihat selintas wajahnya yang terhiasi jilbab …
Namun tak pernah ku lihatnya menoleh dalam sapaan ku …


Semasa terbaca dalam catatannya …
Bercerita tentang makna sebuah nama …
Ku tatapi itu dengan wajah terbuai …
Mendengar namanya yang penuh dengan do’a …


Lalu kurenungi itu dalam hari 10 jariku …
Ku buka tangan padanya sebagai ungkapan bahagia …
Menyatukan dua nama yang bermakna bagi kami…
Hingga terurailah sebuah Catatan Terpuji Sebagai Penenang Hati …


Makin merah ku gerakkan jari di atas buku ku…
Berbagi ilmu yang ku tahu dengan pena ku …
Agar setiap pena lain mendapati …
Walau satu ayat yang terberi …


Kini arah telah buat ku berputar …
Mendekam dan terus-terusan menusuk …
Lalu terangkat dua alis mata ku …
Rasa akulah batang tebu tapi berduri tajam …


Sejenak tak pantas dalam lembaran hati …
Aku hanya racun dalam kebaikannya …
Merusak setiap lembut kata-katanya …
Dan penghancur teguhan hatinya …


Wahai penenang hati …
Selalu lah engkau tersenyum dalam langkahmu …
Terus lah menari dalam pena mu …
Karena aku hanya akan terlihat membaca setiap hurufmu …

Termenungku di Atas Sajadah Biru


Semasa, tergerak jasadku di bawah langit baitullah …

Terucap kuat bergetar ketika ku gerakan bibirku dengan ayatullah …

Merunduk, lalu terpejam di setiap baris kata yang memaknai …

Termenungku di atas sajadah biru …


Menangis …

Ku tangisi atas kejinya batinku …

Merenung …

Ku renungi karena sandaran yang menyesatiku …


Allahu rahman …

Allahu rahim …

Astagfirullahal ‘adzim …


Tertatap tajam di hadapan jari-jari hinaku …

Yang terulas dalam hitamnya wajah hati …

Yang kian hari kian mengkhianati …

Hingga tak tersadari ku telah dustai ruhku ini …


Tak henti ku putar bulatan yang terikat dalam nama-Mu …

Dengan setiap butir keteguhan yang penuh pengharapan diri …

Memohon pengampunan atas segala nikmat yang ku ingkari …

Tunjukkan ku atas jalan menuju ridho dan rahmat-Mu yang berarti ...


Allahumma ya muyyashir …

Yashir fii qulli amri …


Termenungku di atas sajadah biru ...