BLOGGER TEMPLATES AND Tagged Layouts »

Kamis, 08 Maret 2012

Lamaranmu Ku Tolak !!!

Mereka, lelaki dan perempuan yang begitu berkomitmen dengan agamanya.
Melalui ta’aruf yang singkat dan hikmat, mereka memutuskan untuk melanjutkannya menuju khitbah.

Sang lelaki, sendiri, harus maju menghadapi lelaki lain: ayah sang perempuan.
Dan ini, tantangan yang sesungguhnya. Ia telah melewati deru pertempuran semasa aktivitasnya di kampus, tetapi pertempuran yang sekarang amatlah berbeda.

Sang perempuan, tentu saja siap membantunya. Memuluskan langkah mereka menggenapkan agamanya.

Maka, di suatu pagi, di sebuah rumah, di sebuah ruang tamu, seorang lelaki muda menghadapi seorang lelaki setengah baya, untuk ‘merebut’ sang perempuan muda, dari sisinya.

“Oh, jadi engkau yang akan melamar itu?” tanya sang setengah baya.
“Iya, Pak,” jawab sang muda.

“Engkau telah mengenalnya dalam-dalam? ” tanya sang setengah baya sambil menunjuk si perempuan.
“Ya Pak, sangat mengenalnya, ” jawab sang muda, mencoba meyakinkan.
“Lamaranmu kutolak. Berarti engkau telah memacarinya sebelumnya? Tidak bisa. Aku tidak bisa mengijinkan pernikahan yang diawali dengan model seperti itu!” balas sang setengah baya.
Si pemuda tergagap, “Enggak kok pak, sebenarnya saya hanya kenal sekedarnya saja, ketemu saja baru sebulan lalu.”
“Lamaranmu kutolak. Itu serasa ‘membeli kucing dalam karung’ kan, aku takmau kau akan gampang menceraikannya karena kau tak mengenalnya.
Jangan-jangan kau nggak tahu aku ini siapa?” balas sang setengah baya, keras.

Ini situasi yang sulit. Sang perempuan muda mencoba membantu sang lelaki muda. Bisiknya, “Ayah, dia dulu aktivis lho.”

“Kamu dulu aktivis ya?” tanya sang setengah baya.
“Ya Pak, saya dulu sering memimpin aksi demonstrasi anti Orba di Kampus,” jawab sang muda, percaya diri.
“Lamaranmu kutolak. Nanti kalau kamu lagi kecewa dan marah sama istrimu, kamu bakal mengerahkan rombongan teman-temanmu untuk mendemo rumahku ini kan?”
“Anu Pak, nggak kok. Wong dulu demonya juga cuma kecil-kecilan. Banyak yang nggak datang kalau saya suruh berangkat.”
“Lamaranmu kutolak. Lha wong kamu ngatur temanmu saja nggak bisa, kok mau ngatur keluargamu?”

Sang perempuan membisik lagi, membantu, “Ayah, dia pinter lho.”
“Kamu lulusan mana?”
“Saya lulusan Fakultas Ekonomi UNPAD Pak. UNPAD itu salah satu kampus terbaik di Indonesia lho Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kamu sedang menghina saya yang cuma lulusan STM ini tho? Menganggap saya bodoh kan?”
“Enggak kok Pak. Wong saya juga nggak pinter-pinter amat Pak. Lulusnya saja tujuh tahun, IPnya juga cuma dua koma Pak.”
“Lha lamaranmu ya kutolak. Kamu saja bego gitu gimana bisa mendidik anak-anakmu kelak?”

Bisikan itu datang lagi, “Ayah dia sudah bekerja lho.”
“Jadi kamu sudah bekerja?”
“Iya Pak. Saya bekerja sebagai marketing. Keliling Jawa dan Sumatera jualan produk saya Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kalau kamu keliling dan jalan-jalan begitu, kamu nggak bakal sempat memperhatikan keluargamu.”
“Anu kok Pak. Kelilingnya jarang-jarang. Wong produknya saja nggak terlalu laku.”
“Lamaranmu tetap kutolak. Lha kamu mau kasih makan apa keluargamu, kalau kerja saja nggak becus begitu?”

Bisikan kembali, “Ayah, yang penting kan ia bisa membayar maharnya.”
“Rencananya maharmu apa?”
“Seperangkat alat shalat Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kami sudah punya banyak. Maaf.”
“Tapi saya siapkan juga emas satu kilogram dan uang limapuluh juta Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kau pikir aku itu matre, dan menukar anakku dengan uang dan emas begitu? Maaf anak muda, itu bukan caraku.”

Bisikan, “Dia jago IT lho Pak”
“Kamu bisa apa itu, internet?”
“Oh iya Pak. Saya rutin pakai internet, hampir setiap hari lho Pak saya nge-net.”
“Lamaranmu kutolak. Nanti kamu cuma nge-net thok. Menghabiskan anggaran untuk internet dan nggak ngurus anak istrimu di dunia nyata.”
“Tapi saya ngenet cuma ngecek imel saja kok Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Jadi kamu nggak ngerti Facebook, Blog, Twitter, Youtube? Aku nggak mau punya mantu gaptek gitu.”

Bisikan, “Tapi Ayah…”
“Kamu kesini tadi naik apa?”
“Mobil Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kamu mau pamer tho kalau kamu kaya. Itu namanya Riya’. Nanti hidupmu juga bakal boros. Harga BBM kan makin naik.”
“Anu saya cuma mbonceng mobilnya teman kok Pak. Saya nggak bisa nyetir”
“Lamaranmu kutolak. Lha nanti kamu minta diboncengin istrimu juga? Ini namanya payah. Memangnya anakku supir?”

Bisikan, “Ayahh..”
“Kamu merasa ganteng ya?”
“Nggak Pak. Biasa saja kok”
“Lamaranmu kutolak. Mbok kamu ngaca dulu sebelum melamar anakku yang cantik ini.”
“Tapi pak, di kampung, sebenarnya banyak pula yang naksir kok Pak.”
“Lamaranmu kutolak. Kamu berpotensi playboy. Nanti kamu bakal selingkuh!”

Sang perempuan kini berkaca-kaca, “Ayah, tak bisakah engkau tanyakan soal agamanya, selain tentang harta dan fisiknya?”
Sang setengah baya menatap wajah sang anak, dan berganti menatap sang muda yang sudah menyerah pasrah.
“Nak, apa adakah yang engkau hapal dari Al Qur’an dan Hadits?”
Si pemuda telah putus asa, tak lagi merasa punya sesuatu yang berharga.
Pun pada pokok soal ini ia menyerah, jawabnya, “Pak, dari tiga puluh juz.. saya cuma hapal juz ke tiga puluh, itupun yang pendek-pendek saja.
Hadits-pun cuma dari Arba’in yang terpendek pula.”
Sang setengah baya tersenyum, “Lamaranmu kuterima anak muda. Itu cukup. Kau lebih hebat dariku. Agar kau tahu saja, membacanya saja pun, aku masih tertatih.”

Mata sang muda ikut berkaca-kaca....

Perjalanan kehidupan pun berlanjut...

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An-Nahl QS 16:18)

Aku dan Dia diantara Allah "Doa dalam Kerinduan"

Bila dapat aku melihat sosok "dia" yg tergambar dalam barisan pena itu ...
Maka tak dapat lagi aku mengucap ...
Tak dapat lagi aku meragu ...
Hanya bisa, aku berteriak ...

Ku langkahkan kaki ku menuju-Mu ...
Mengganjilkan akhlak ku yang genap tak berarah ...
Mengesakan ilmu-Mu yg begitu luas dan terarah bimbingannya...
Hinggaku terjatuh dan terhina lebih, tetap dihadapan-Mu Ya Rabb ...

Jika demikian, maka aku akan berkata ... 


Duhai Rabb-ku yang cintanya tak pernah kurang setetes pun untuk setiap hamba-Nya ...
Duhai Rabb-ku yang kasihnya tak pernah habis untuk milyaran khalifah sejagat raya ...

Hari ini ...
Saat ini ...
Detik ini ...
Bahkan jika hembusan nafasku adalah yang terakhir kali ini ...

Bisakah aku meminta, memanjatkan doa, dan berharap ...
Jika "dia" memang ada dalam setiap nafas kehidupan ini ...
Maka pertemukanlah aku dengan “dia” yang tak jelas adanya ...
Dan bawalah aku kepadanya dengan rasa hina bercampur cinta dihadapan-Mu ...

Jadikanlah aku hamba-Mu yang mulia ketika nanti ...
Kelak, pasti aku akan berdiri disampingnya yang tlah Kau jaga dan tlah lama ku nanti ...
Untuk ku dan untuknya di sebuah istana kecil di tanggal terindah yang sudah kau tetapkan di kitab lauhfuz-Mu bagi kami ...

Aku ingin menjadi pangeran baginya dan aku ingin “dia” menjadi bidadari bagiku ...
Yang bersama-sama kami mengabdikan diri kepada-Mu  ...
Demi kebahagiaan di dunia yang fana dan kebahagiaan di akhirat yang abadi ..
Tepatnya, di Jannah Firdaus-Mu Ya Rabbul Izzati ...

Berpikir memang aku selalu berpikir ...

Saat ini, aku masih memang tak pernah tahu ...
Siapakah ia bagi ku ...
Dimanakah ia bagiku ...
Dan bagaimanakah rupa wajah dan akhaknya bagiku ...

Hai engkau “dia” yang ku tunggu ...
Penahkah kau berpikir, betapa rindunya aku menantimu ...
Betapa rindunya aku ingin segera bersandar dalam pelukanmu ...
Betapa cintanya aku meski saat ini, Rabb-ku tak kunjung mempertemukan ku dengan engkau wahai bidadariku ...



Doakan aku dinda, yang tengah berjuang mencarimu dan membawamu pulang ...
Berkumpul dalam satu kumpulan pejuang-pejuang sejati ...
Yang kelak akan merestui dan menyepakati ...
Tentang janji sehidup semati ...
Yang membuat kau dan aku halal memenangkan kewajiban atas perintah dan sunnah Rasulullah-Nya Rabbul Izzati ...

Doakan aku dinda, yang tengah berjuang membangun istana megah ...
Agar bisa kau jadikan tempat untuk berteduh sepanjang hidup ...
Tempat penyempurna ibadah kepada-Nya  ...
Dan tempat untuk kau asuh kelak putra putri kita ...

Jagalah dirimu saat ini dinda ...
Untukku yang tak pernah jelas adanya bagimu ...
Yang mungkin tak kan pernah kau duga ...
Siapakah aku, bagaimana wajah, dan akhlakku bagimu ...

Dinda, tariklah nafasmu dan hembuskan do’a mu kepada Allah Azza Wazala ...

Duhai Rabbi ...
Bangunkanlah istana termegah di dunia ini untuk kami ...
Demi cinta dan rindu yg telah lama telah Engkau sembunyikan ...
Yang kami rindukan dan kami nantikan kehadirannya ...
Hingga nanti, kau berikan seutuhnya untuk kami ...
Untuk hamba-Mu yang hina ini, duhai salam dan doa kami kepada-Mu Rabbul Izzati ...